Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto Saya
FisikaUntukSemua
Blog ini dibuat tidak hanya terfokus untuk mahasiswa fisika, namun terbuka untuk umum. Namanya juga 'Fisika Untuk Semua'. Di Blog ini Insya Allah bisa dijadiin tempat Mading Online bagi IMF. So, Mading Online juga butuh followers tentunya...
Lihat profil lengkapku

Followers

Followers

About Me

Foto saya
Blog ini dibuat tidak hanya terfokus untuk mahasiswa fisika, namun terbuka untuk umum. Namanya juga 'Fisika Untuk Semua'. Di Blog ini Insya Allah bisa dijadiin tempat Mading Online bagi IMF. So, Mading Online juga butuh followers tentunya...

Jadilah Fans Kami Melalui Facebook

SMS Gratis Dari Mading Online

Blog Versi Mobile | Akses Via Ponsel

Klik disini untuk mengakses
By Blogger Touch
RSS

Muhammad Thamrin,Dosen Fisika Unmul Penderita Hydrocephalus dan Tumor Otak



HARAPAN: Thamrin tidak ingin menyerah begitu saja pada tumor yang menyerang. Hari ini dia menjalani operasi sebagai ikhtiar untuk sembuh. (ADITAMA/KP)
OTAKNYA sangat cerdas. Terbukti, dia mampu meraih gelar doktor di bidang teknik elektro dengan predikat cumlaude di Institut Teknologi Bandung (ITB). Tapi itu dua tahun lalu. Sekarang, jangankan memikirkan rumus matematika rumit, mengingat istrinya pun ia sulit.

Itulah yang dialami Muhammad Thamrin, dosen dan peneliti di Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda sekaligus Kepala Laboratorium Fisika Dasar di Fakultas MIPA. Pria kelahiran Enrekang, Sulawesi Selatan, 44 tahun lalu ini harus “berhenti berpikir” untuk sementara.

Thamrin terbaring di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) AW Syahranie Samarinda akibat hydrocephalus dan tumor otak. Kombinasi penyakit yang bikin bergidik siapapun yang mendengarnya.

Tubuh kurus Thamrin tergolek di ranjang kamar Anggrek nomor 7. Istrinya, Satijah (34), menemani dengan sabar. Sesekali Thamrin mencoba duduk, tapi langsung meringis kesakitan. Satijah segera membantunya dengan gerakan yang sangat hati-hati. Dia kadang mengajak bicara Thamrin sekadar ingin tahu bagaimana perkembangan otak sang suami.

“Ingat nggak disertasi bapak? Ini ada wartawan ingin tahu,” pancing Satijah. Sejenak Thamrin diam, tampak berpikir. Beberapa saat kemudian dia mengerang. Sepertinya ada yang menarik-narik dengan keras urat syaraf kepalanya ketika dia sedang mengingat sesuatu. “Aaargh!!” rintih Thamrin, lirih.

Satijah pun menenangkan dengan membelai kepala dan pundak suaminya. “Iya, tidak usah dipaksakan,” katanya. Begitulah hydrocephalus plus tumor otak membuat memori Thamrin terurai entah kemana.

Mendengar hydrocephalus, mungkin orang langsung membayangkan bayi berkepala besar. Tidak sepenuhnya salah, karena memang selama ini kasus hydrocephalus yang terangkat di media kebanyakan yang menimpa anak-anak.

Hydrocephalus adalah akumulasi abnormal cairan cerebrospinal di dalam otak. Cairan ini bisa meningkatkan tekanan sehingga dapat memeras dan merusak otak. Penyakit ini kadang disebut "air di dalam otak".

Bagaimana Thamrin bisa terkena hydrocephalus? Tumor jinak diam-diam bersarang dan membesar di kepala pria yang menyelesaikan sarjana di Universitas Hasanuddin Makassar itu. Sekarang, tumor itu berukuran 2,6 x 3,4 centimeter. “Kata dokter Ari (Ari Ibrahim, ahli bedah syaraf RSUD AW Syahranie, Red.) kemungkinan tumor itu sudah ada sejak 4-5 tahun lalu,” tutur Satijah.

Menurutnya, bisa jadi tumor itu muncul karena dua hal; Thamrin pernah jatuh hingga kepalanya luka saat kecil atau karena stres. “Bapak adalah seorang pemikir berat, sangat serius dan jarang bercanda. Dia orang yang selalu melakukan pekerjaan hingga tuntas,” ujar Satijah.

Sebelum jatuh sakit, Thamrin sedang merancang sensor elektronik terpadu untuk mengukur kecepatan dan arah angin. “Karya bapak saat ini sedang dalam proses usulan hak paten dengan ITB,” lanjut ibu tiga anak ini.

Mungkin saking kerasnya berpikir, sang doktor drop oleh tumor di otaknya. Gumpalan daging itu yang menghambat aliran cairan otak Thamrin. Parahnya, tumor itu juga ikut memproduksi cairan otak, sehingga produksi cairan berlebihan. Jika terjadi pada bayi, kepalanya dapat membesar. Pada orang dewasa, hal itu tidak terjadi karena tengkorak kepala sudah kuat. Tetapi, cairan berlebihan itu membuat otak “korslet”. Itu yang menyebabkan Thamrin kehilangan memorinya.

“Awalnya sekitar 8 bulan lalu, bapak (Thamrin, Red.) kok kebingungan mencari rumah kami,” kata Satijah. Dia mendengar suara motor suaminya, tetapi Thamrin tak muncul-muncul di depan pintu rumah tak bernomor di Jalan Padat Karya Gang Pelangi, Samarinda, tempat tinggal mereka. Rumah itu berlantai semen. “Rupanya dia mencari-cari, mendatangi rumah satu per satu,” ujar Satijah.

Setelah kejadian aneh itu, Satijah hanya memberi suaminya obat herbal. “Bapak tidak pernah mau dibawa ke dokter,” kata sang ibu rumah tangga. Beberapa kali Thamrin juga mengeluh sakit kepala. Lama-lama, Thamrin juga lupa arah kiblat. Tubuhnya makin kurus karena sakit di kepala membuatnya malas makan. Dia juga tidak bisa berkomunikasi dengan baik alias tidak nyambung saat diajak bicara. Jika sakit kepalanya kambuh, dia tak berhenti berjalan-jalan di dalam rumah, untuk mengurangi rasa sakitnya.

Karena semakin parah, April lalu, Satijah membawa suaminya untuk melakukan Computerized Tomografi (CT Scan). Ternyata, ada gumpalan daging tumbuh di kepala ayah dari Nuhijriah (13), Mahfud Rizki (11), dan M Aidil (6) itu. Selain itu, produksi cairan di otaknya juga tidak normal. Menurut dokter, harus dilakukan dua kali operasi, yakni operasi mengeluarkan cairan. Kedua adalah operasi mengangkat tumor.

Thamrin menolak mentah-mentah opsi operasi. “Dia pernah punya dosen yang menderita tumor otak. Setelah dosen itu dioperasi, kelihatan sehat. Tetapi tiga bulan kemudian meninggal. Itu yang bikin bapak takut operasi,” kata Satijah.

Selama kurang lebih 5 bulan, dia hanya mengonsumsi obat-obatan herbal. Terkadang ingatannya membaik, kadang memburuk. Setelah Lebaran (11-12 September 2010) kondisi Thamrin terus menurun. Dia tidak dapat berjalan sendiri, harus dituntun. Itu pun kedua tangannya bergetar seperti orang terkena penyakit Parkinson (degeneratif syaraf seperti yang menimpa petinju legendaris Muhammad Ali).

Akhirnya Satijah, dibantu teman-teman suaminya di kalangan dosen, membawa Thamrin ke rumah sakit Minggu (3/10) lalu. Rencananya Thamrin akan dioperasi Senin (4/10) kemarin. Tetapi sampai berita ini diturunkan, operasi belum dilaksanakan.

Menurut informasi, diperlukan biaya sekitar Rp 30 juta untuk satu kali operasi. Untuk itu, teman-teman Thamrin yang kebanyakan dari kalangan dosen menggalang dana untuk membantu meringankan bebannya. Dimotori oleh Ketua Dewan Pendidikan Kaltim Bohari Effendi, sampai saat ini sudah terkumpul sekitar Rp 20 juta. “Saya melihat bagaimana dulu waktu dia sehat. Sekarang keadaannya seperti ini, siapapun pasti tergerak rasa kemanusiaannya,” ujar Bohari.

Dekan Fakultas Ekonomi (Fekon) Unmul Zamruddin Hasid juga menyatakan keprihatinannya. Dia ikut menggalang dana di kalangan dosen Fekon. “Ini pekerjaan kemanusiaan. Paling tidak kita ringankan bebannya,” kata Zamruddin.

Sementara Satijah juga menitipkan pesan pada harian ini. “Tolong bantu bapak juga dengan doa. Dokter bilang risiko operasi ini sangat tinggi,” ujarnya dengan nada teramat sendu.

BY KALTIM POST

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentarin: